Berkurban itu Mudah
Oleh Fuatuttaqwiyah El-Adiba
Kurban dalam KBBI artinya adalah persembahan kepada
Allah( seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada hari Lebaran Haji).
Kurban sendiri berasal dari kata bahasa Arab qurban yang artinya dekat. Dalam
Islam, kurban dimaknai sebagai binatang sembelihan seperti unta, sapi, dan
kambing yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan hari tasyriq.
Kurban
bagi saya adalah amalan yang istimewa. Amal yang berhubungan dengan fisik dan
hati. Fisik dimaknai sebagai usaha dalam mengumpulkan uang untuk berkurban. Apa
pun jenis usaha. Sedangkan hati adalah keikhlasan dalam mengeluarkan uang dalam
jumlah banyak untuk berkurban. Keduanya mempunyai kesulitan yang berbeda.
Usaha
mengumpulkan uang bagi yang papa merupakan hal yang berat. Apalagi dengan
kebutuhan hidup yang harganya meroket tajam. Tentu lebih memilih untuk tidak
berkurban.
Berkaca
dari pengalaman kurban pertama saya, tidak ada kesulitan bila sudah ada niat
yang kuat. Saya berkurban pertama kali tahun 2005. Dari awal bekerja saya sudah
niatkan diri untuk berkurban setiap tahun. Namun, kondisi keuangan saya saat
itu tidak memungkinkan untuk berkurban. Gaji saya masih sangat sedikit. Hanya
bisa memenuhi kebutuhan harian. Bila pun ada lebih, saya lebih suka
menabungnya.
Keinginan
untuk berkurban begitu kuatnya. Setiap hari sepertinya ada yang membisiki
telinga saya agar mau berkurban. Padahal uang tabungan saya masih jauh
untukberkurban. Bulan Ramadhan tahun 2005 saya sempat tertipu. Nominal uangnya
sangat besar. Saat itu saya menangis. Mungkin ini peringatan dari Allah agar
saya mengingat janji. Bismillah, di akhir Ramadhan saya pun berdoa kepada Allah
meminta rezeki yang banyak agar bisa berkurban.
Lebaran
Idul Fitri saya sengaja tidak pulang. Gaji, THR, dan bonus saya kumpulkan. Saya
menahan diri untuk tidak jajan dan membeli baju. Semua pengeluaran saya
minimalisir.
Tekad
yang kuat dan usaha yang maksimal akhirnya membuahkan hasil. Senyum mengembang
di bibir saya ketika bisa berkurban pertama. Alhamdulillah, puji syukur ke
hadirat Allah. Cita-cita saya tercapai.
Tahun-tahun
berikutnya, saya dipermudah untuk berkurban. Saya selalu bilang yang pertama
sulit, selanjutnya pasti dimudahkan. Praktis dari tahun 2005- sekarang saya
hanya sekali absen tahun 2013, ketika jadi pengangguran.
Berkurban
kembali ke persepsi kita. Saya selalu memotivasi diri sendiri. Berkurban itu
tidak sebanding dengan nikmat Allah yang sudah diberikan sepanjang tahun. Saya
bisa bekerja, sehat, dikelilingi teman yang sevisi misi, dan didukung oleh
keluarga itu adalah anugerah tida terkira. Masihkah dengan nikmat yang begitu
besar saya enggan untuk berkurban?
Beberapa
kali saya berbincang dengan teman yang masih enggan untuk berkurban. Padahal
gajinya jauh di atas saya. Alasannya belum mampu. Saya hanya bisa mengelus
dada. Karena setiap orang punya kadar kemampuan yang berbeda.
Alhamdulillah,
saya mempunyai keluarga yang saling mengingatkan untuk berkurban setiap tahun.
Mereka bahkan menyuruh saya menabung tiap bulan agar bisa berkurban. Dan itu
saya lakukan. Setiap gajian saya langsung memasukkan uang ke rekening khusus
amal. Pemisahan rekening ini biar tidak bercampur dengan uang pribadi.
Rasa
enggan itu pasti ada di setiap jiwa. Namun, percayalah balasan Allah itu nyata
adanya. Alhamdulillah dengan gaji yang sekarang, tahun 2017 saya bisa
berkurban. Kali ini seperti tahun sebelumnya, saya putuskan berkurban di daerah
terpencil Kota Waingapu, Nusa Tenggara Timur. Sebuah kampung mual
af yang belum pernah mendapatkan daging kurban.
Berkurban
harus direncanakan. Apalagi bagi yang penghasilannya pas-pasan. Bila tahun ini
belum bisa berkurban, maka segera membuat perencanaan agar tahun depan bisa
berkurban. Dan jangan ditunda-tunda. Ajal bisa datang kapan saja. Bila sudah
seperti itu hanya penyesalan yang ada. So, ayo berkurban.
Bila
ingin tahu seperti apa usaha saya untuk berkurban setiap tahun bisa berbincang
lewat inbox. Insya Allah akan saya jawab.
Karawaci,
23 Agustus 2017