Tingkat melek huruf di Indonesia sangat tinggi, yakni
98,2%, berdasarkan data UNDP 2014. Artinya negara ini sudah melewati tahap
literasi awal. Semua warga bisa membaca. Namun, minat baca di Indonesia masih
sangat rendah. Terutama di kalangan anak-anak sebagai generasi awal yang akan
membawa bangsa ini ke depan. Persoalan ini bila tidak diatasi sejak dini akan
membawa bangsa ini terpuruk di titik nadir.
Literasi dini seharusnya sudah mulai dikenalkan di
lingkungan rumah, sebagai titik awal perkembangan literasi. Dialog dengan menggunakan
bahasa ibu akan memperkaya kosa kata anak yang menunjang program literasi. Banyak
orang tua yang tidak mau menggunakan bahasa ibu ketika mengobrol dengan
anaknya. Padahal banyak bahasa daerah yang belum masuk dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia(KBBI).
Perilaku orang tua yang sudah mengenalkan gadget
sejak dini juga membuat anak malas membaca. Anak lebih asyik main game baik on
line maupun off line. Akibatnya anak lebih cepat menyerap bahasa kasar dan
umpatan yang terdapat dalam aplikasi game.
Gerakan literasi nasional bergulir karena
keprihatinan pemerintah dalam hal ini diwakili Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan akan kondisi literasi bangsa yang berada di titik bawah. Negara kita
kalah dengan negara tetangga yang minat bacanya lebih tinggi dari Indonesia.
Kemampuan anak-anak Indonesia juga belum menyerap kosa kata baru dengan
maksimal.
Membaca dalam kBBI artinya melihat serta memahami isi dari apa yang
tertulis(dengan melisankan atau hanya di hati), mengeja atau melafalkan apa yag
tertulis, mengucapkan, mengetahui, meramalkan, memahami. Dari pengertian di
KBBI aktivitas membaca tidak hanya
mengucapkan secara lisan, namun bisa dimaknai memahami. Persoalan yang terjadi
di lapangan adalah anak bisa membaca, namun tidak tahu artinya. Ini Pekerjaan
Rumah bagi semua orang yang peduli dengan nasib bangsa ke depan.
Minat baca seharusnya mulai diajarkan di rumah.
Orangtua harus mulai membacakan cerita sejak anak masih bayi. Karena di sana
ada banyak kosa kata yang bisa diajarkan kepada anak. Idealnya setiap hari
seorang anak menerima kosa kata baru 5 dengan pengertiannya. Sudahkah itu
dilakukan oleh orangtua? Sayangnya banyak orangtua belum melakukan hal tersebut
karena sibuk.
Program literasi untuk SD
Program literasi untuk SD adalah literasi dasar
yakni, baca, menyimak, dan menuliskan kembali cerita. Untuk menyukseskan
program ini pemerintah menggulirkan program 15 menit membaca buku sebelum masuk
Kegiatan Belajar Mengajar. Buku yang dibaca adalah selain buku pelajaran(Permendikbud
No.23 Tahun 2015).
1. Program
15 menit membaca
Apa yang bisa dilakukan selama 15 menit? Banyak hal
bisa dilakukan. Untuk kelas bawah 1-3 adalah mendengarkan cerita. Setiap anak
suka cerita. Apalagi kalau disampaikan dengan tehnik yang bagus. Anak akan
ingat ingat tokoh dalam cerita tersebut. Seyogyanya guru kelas bawah menguasai
tehnik bercerita. Bila perlu saat bercerita, guru melibatkan muridnya untuk
menjadi tokoh dalam cerita tersebut. Kesan awal melihat dan mendengarkan cerita
akan membuat anak tertarik untuk membaca buku.
Untuk kelas atas(4-6) sudah mulai meningkat
tahapannya. Mereka diminta untuk menuliskan kembali cerita tersebut. Bisa
menggunakan metode fish bone AIH( alasan tertarik cerita tersebut, Isi
buku, dan Hikmah).
2. Buku
bacaan yang sesuai
Program membaca
akan berjalan bila ada buku yang dibaca. Seyogyanya setiap SD mempunyai koleksi
buku bacaan yang beragam. Dana Bantuan Operasional Sekolah(BOS) bisa
dimanfaatkan untuk membeli buku bacaan. Terutama untuk SD yang jangkauan jauh
dari ibukota negara. Koleksi bacaan yang beragam akan membuat anak mau membaca.
Usahakan buku bacaan yang tersedia sesuai dengan tahap perkembangan motorik
peserta didik.
Selain membeli,
sekolah juga bisa mengunduh buku bacaan yang ada di website kemendikbud. Di
sana banyak buku cerita yang bisa diunduh dan dicetak sesuai kebutuhan. Bahkan
ada buku yang sudah dibagi untuk literasi SD, SMP, dan SMA.
3. Pengaturan
dan pemeliharaan buku bacaan
Dari awal buku
bacaan tersedia, perlu diberitahukan kepada murid, bahwa koleksi tersebut
adalah milik sekolah. Sehingga bila pinjam, koleksi tersebut harus dijaga tidak
boleh rusak/hilang. Zaman dulu setiap buku pelajaran yang dipinjam dari sekolah
selalu ada tulisan di cover buku bagian belakang. Buku ini milik sekolah,
harap untuk menjaganya karena tahun depan adik kelasmu akan menggunakannya.
Saat ini sepertinya hal ini bisa dilakukan kembali.
4. Pojok
buku di kelas
Setiap kelas
sebaiknya mempunyai pojok buku. Setiap anak bisa membawa buku bacaan dari
rumah. Bisa juga buku bacaan diambil dari koleksi perpustakaan. Pojok buku ini
untuk menyediakan buku bacaan yang bisa dibaca setiap saat oleh siswa.
Sebelum
diletakkan di pojok baca, sebaiknya guru memfilter buku bacaan terlebih dulu.
Terkadang ada bahasa yang belum sesuai dengan tahap perkembangan motoric dan
psikologis murid.
5. Mengadakan
acara membaca secara berjamaah
Semua murid
dikumpulkan di aula. Kegiatan ini bisa dilakukan sebulan sekali. Guru, penjaga
sekolah, satpam, pegawai kantin, dan komite sekolah bisa dilibatkan ke dalam
kegiatan tersebut.
Semua yang hadir
di acara tersebut diwajibkan untuk membaca. Seluruh peserta membawa buku dari
rumah atau mengambil dari perpustakaan. Dalam waktu 15-30 menit membaca satu
buku.
6. Lomba
Membaca Buku Terbanyak
Pustakawan
sekolah mengadakan lomba peminjam buku terbanyak dan pengunjung terbanyak.
Untuk Lomba Membaca Buku Terbanyak, anak diminta menuliskan semua buku yang
telah dibacanya.
Untuk pengunjung
perpustakaan terbanyak berdasarkan rekapan data dari pustakwan. Lomba ini
berlaku untuk guru dan murid. Akan menjadi tantangan tersendiri bagi guru
maupun murid.
7. Mendokumentasikan
karya peserta didik
Setiap kegiatan literasi
di sekolah diarsipkan. Ketika ada kegiatan Peringatan Hari Besar Nasional, anak
diminta menulis materi dalam kegiatan tersebut. Tidak hanya Peringatan Hari
Besar, kegiatan wisata, kemping, kunjungan ke museum, dll bisa dikumpulkan
dalam bentuk buku.
Kegiatan review
buku untuk kelas atas, juga bisa disimpan dalam satu map besar, kemudian
dijilid. Sehingga semua dokumentasi sekolah tertata rapi.
Semua tugas yang
ada dokumen tertulisnya, bisa dibukukan. Ini yang kemarin disarankan dalam
kegiatan Seminar Literasi November 2016.
8. Membuat
poster, majalah dinding, dan pojok karya
Kegiatan
literasi juga bisa berupa menulis poster, memajang karya di pojok karya, dan
membuat majalah dinding yang menampung karya murid. Setiap kegiatan ini harus
ada satu guru yang membimbing.
9. Melibatkan
semua stakeholder sekolah dalam setiap kegiatan literasi.
Kegiatan
literasi di SD bukanlah tanggungjawab guru Bahasa Indonesia dan kepala sekolah
saja. Namun, semua pihak terlibat dengan porsi masing-masing. Karena kegiatan
apa pun bila sendirian tidka akan berhasil. Sebuah kegiatan akan berhasil, bila
dilakukan oleh semua orang secara bersama-sama.
Akhirnya
cita-cita agar anak SD bisa memahami bacaan bukanlah impian semata. Saat ini
program yang sudah berjalan di Depok dengan program West Java Leader’s Reading
Challenge(WJLRC). Sebuah program dari pemerintah provinsi Jawa Barata untuk
menantang para guru dan murid untuk membaca dan menulis selama 10 bulan.
Program ini berakhir Juli 2017.
Artikel ini
diikutkan dalam Lomba Penulisan Artikel Ilmiah Sekolah Dasar 2017.
Disekolah anakku juga ada pojok buku di kelas. Baru tahu kalau ternyata bagian dari program ini...
BalasHapusiya mbak
BalasHapus